BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Perikanan laut adalah sekumpulan kegiatan yang dilakukan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang beraktifitas untuk menangkap ikan dan sejenis ikan di laut lepas dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha atau nelayan. Pembangunan perikanan laut meliputi pembangunan sumberdaya manusia, teknologi, sarana dan prasarana perikanan laut, pengaturan kelembagaan, perundang-undangan, kemitraan dan perlunya pengawasan dalam segala bidang yang berhubungan dengan sumberdaya laut sehingga nantinya akan memberikan solusi bagi masalah-masalah yang ada. Pembangunan sub sektor perikanan di Indonesia mempunyai prospek yang sangat menjanjikan hal ini dikarenakan hasil tangkapan yang meningkat pada setiap tahunnya. Data BPS menunjukkan peningkatan hasil tangkapan perikanan laut di Indonesia,
Tabel 1.1 Produksi Perikanan Tangkap dari Tahun 2005-2007
Tahun | Jumlah Produksi (Ton) |
2005 | 4. 408. 499 |
2006 | 4. 512. 191 |
2007 | 4. 734. 280 |
Jumlah | 13. 654. 970 |
Sumber : Data BPS tahun 2007
Menurut tabel di atas produksi perikanan tangkap di Indonesia dari tahun 2005 hingga 2007 terus mengalami peningkatan, dalam tabel tersebut menunjukkan pada tahun 2005 jumlah produksi perikanan tangkap sebanyak 4.408.499, pada tahun 2006 mengalami kenaikan menjadi 4.512.191 dengan total kenaikan produksi sebanyak 103.692, pada tahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 4.734.280 dengan total kenaikan produksi sebanyak 222.089, hal ini menunjukkan potensi perikanan laut Indonesia masih cukup produktif untuk tetap menghasilkan produksi ikan guna mencukupi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pendapatan nelayan.
Menurut Firman (2010), Indonesia yang dikenal sebagai Negara maritim yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau perlu memanfaatkan kekayaan lautnya hingga maksimal, berdasarkan data statistik Kementrian Kelautan dan Perikanan, pemanfaatan hasil laut di Indonesia baru mencapai 48 persen dari potensi sebesar 6,7 juta ton, jika dimanfaatkan seluruhnya, Indonesia memiliki laut seluas 5,8 juta kilometer persegi, yang tiga kali lebih luas dari daratan yang hanya 1,9 juta kilometer persegi. Dengan kondisi ini seharusnya pemerintah benar-benar memperhatikan potensi laut Indonesia. Namun, luasnya wilayah laut itu belum mampu memaksimalkan pemanfaatan potensi kelautan Indonesia saat ini.
Upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya serta kesejahteraan nelayan merupakan sikap yang wajar untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih meningkat. Salah satu upaya tersebut melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan terstruktur dan berjangka panjang yang ditujukan kepada generasi muda nelayan untuk mengembangkan wawasan pengelolaan sumber daya laut, manajemen usaha dan ketrampilan bisnis, serta strategi akses sumber daya pasar teknologi, dan informasi. Diharapkan kapasitas dan kualitas sumber daya nelayan semakin meningkat. Membangun kapasitas dan kualitas sumber daya nelayan merupakan tantangan potensial dan sekaligus sebuah harapan untuk mengembangkan dinamika sosial ekonomi masyarakat pesisir pada masa mendatang.
Pada umumnya, masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara ekonomi, sosial (khususnya dalam hal akses pendidikan dan layanan kesehatan), dan kultural dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Persepsi demikian didasarkan pada hasil pengamatan langsung terhadap realitas kehidupan masyarakat nelayan atau melalui pemahaman terhadap hasil-hasil kajian akademis. Kegiatan usaha perikanan tangkap merupakan aktivitas ekonomi yang kompleks karena melibatkan banyak pihak yang saling terkait secara fungsional dan substansial. Sekurang-kurangnya pihak-pihak tersebut adalah (1) nelayan pemilik (perahu dan alat tangkap), (2) nelayan buruh (pandega), (3) pedagang ikan, (4) pemilik toko, yang menjadi pemasok kebutuhan hidup nelayan atau kebutuhan melaut, seperti bahan bakar, jaring, lampu, dan peralatan teknis lainnya. Diantara mereka terikat oleh jaringan patron-klien karena mereka saling bergantung dan saling membutuhkan (Kusnadi, 2007).
Tangkapan ikan kakap merah merupakan salah satu hasil tangkapan para nelayan. Menurut Nawawi (2008), ikan kakap merah (Lutjanus sp.) umumnya menghuni daerah perairan karang ke daerah pasang surut di muara, bahkan beberapa spesies cenderung menembus sampai ke perairan tawar. Jenis kakap merah berukuran besar umumnya membentuk gerombolan yang tidak begitu besar dan berupaya ke dasar perairan menempati bagian yang lebih dalam daripada jenis yang berukuran kecil. Menurut Ratu (2009), penyebaran kakap merah di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran kakap merah ke arah utara mencapai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan serta Filipina.
Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu kawasan dengan potensi bahari yang menjanjikan untuk diamati karena sektor perikanan di Nusa Tenggara Timur menjadi salah satu mata pencaharian penduduk. Laut Timor merupakan kawasan pesisir laut yang banyak dihuni oleh nelayan dengan komoditas tangkapan ikan kakap merah, mereka tinggal di perkampungan nelayan Oesapa Kabupaten Kupang. Pendapatan dari hasil tangkapan ikan kakap merah sangat membantu bagi kehidupan nelayan di Oesapa Kabupaten Kupang sehingga pendapatan berkontribusi besar untuk kelangsungan hidup para nelayan. Jika hasil tangkapan melimpah para nelayan bisa mendapat keuntungan yang besar namun jika hasil tangkapan mereka sedikit akan berdampak pada kehidupan sehari-hari para nelayan karena biaya yang dikeluarkan untuk sekali melaut tidaklah sedikit sehingga perlu hasil yang cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan dalam melaut dan untuk terus melangsungkan kehidupan nelayan sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin mengetahui karakteristik masyarakat nelayan, tingkat motivasi serta pendapatan nelayan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya di Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik masyarakat nelayan di Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur ?
2. Bagaimana tingkat motivasi nelayan di Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk menangkap ikan kakap merah ?
3. Bagaimana kontribusi pendapatan ikan kakap merah bagi kehidupan nelayan di Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat nelayan di Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Untuk mengetahui tingkat motivasi nelayan di Oesapa Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk mendapatkan ikan kakap merah.
3. Untuk mengetahui kontribusi pendapatan ikan kakap merah bagi kehidupan nelayan di Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi referensi pemerintah dalam membuat kebijakan yang mendukung pengembangan perikanan laut khususnya pada komoditas ikan kakap merah di Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Ditujukan untuk meningkatkan perekonomian nelayan ikan kakap merah di Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
3. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi penelitian selanjutnya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Menurut Meirani (2002), dalam skripsi yang berjudul Hubungan Motivasi Kerja Wanita Di Sektor Perikanan Laut Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga menyatakan bahwa dalam hubungan motivasi kerja dengan produktivitas kerja wanita di sektor perikanan laut dan kontribusinya terhadap pendapatan keluarga menyebutkan bahwa, tingkat motivasi kerja wanita di sektor perikanan laut adalah tinggi, yaitu tingkat motivasi kerja pedagang ikan segar sebesar 59,88%, pedagang ikan pindang sebesar 58,52%, dan pedagang ikan kering sebesar 57,61%.
Kontribusi hasil-hasil perikanan laut terhadap total pendapatan rumah tangga nelayan menurut Mualim (2000), dalam skripsi yang berjudul Kontribusi Pendapatan Perikanan Laut Dan Pengaruhnya Terhadap Pengeluaran Konsumtif Rumah Tangga Pada Beberapa Strata Sosial Nelayan adalah sedang, dengan nilai kontribusi masing-masing 50,433% untuk nelayan dan 42,36% untuk nelayan juragan karena saat ini sebagian besar nelayan mengerti cara mengatasi kondisi yang demikian, yaitu dengan cara mencari penghasilan diluar nelayan sebagai kontribusi yang cukup berarti, baik dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga ataupun kesejahteraan rumah tangga nelayan.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir
Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia pada wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan, seperti bentang alam yang sulit diubah, proses pertemuan air tawar dan air laut yang menghasilkan beberapa ekosistem khas dan lain-lain.
Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya sering tidak mempunyai kepemilikan yang jelas (open access). Dengan karaktersitik yang khas dan open access tersebut, maka setiap pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik kepentingan pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah terjadinya degradasi lingkungan dan problem eksternalitas. Sebagian besar penduduk di wilayah pesisir bermata pencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resources base), seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan laut). Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan pokoknya (Fahruddin dan Gatot, 2008).
Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya sering tidak mempunyai kepemilikan yang jelas (open access). Dengan karaktersitik yang khas dan open access tersebut, maka setiap pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik kepentingan pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah terjadinya degradasi lingkungan dan problem eksternalitas. Sebagian besar penduduk di wilayah pesisir bermata pencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resources base), seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan laut). Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan pokoknya (Fahruddin dan Gatot, 2008).
Masyarakat pesisir secara sosio-kultural merupakan masyarakat yang mempunyai budaya pada maritim laut, pantai dan berorientasi pasar. Tradisi ini berkembang menjadi budaya dan sikap hidup yang kosmopolitan, inklusivistik, egaliter, outward looking, dinamis, enterpreneurship dan pluralistik.
Perbedaan mendasar masyarakat pesisir dan masyarakat agraris adalah pada akses terhadap sumberdaya. Laut merupakan sumberdaya alam yang bersifat open acces sehingga siapapun dapat mengaksesnya. Hal ini sangat berbeda dengan sumberdaya lahan pada masyarakat agraris. Sumberdaya yang bersifat terbuka ini menyebabkan persaingan antar nelayan menjadi semakin keras. Tidak mengherankan nelayan atau penduduk pesisir pada umumnya memiliki karakter yang keras dan kasar. Keadaan ini semakin diperparah dengan resiko pekerjaan yang tinggi baik dalam keselamatan jiwa maupun ekonomi (Widodo, 2008).
Perbedaan mendasar masyarakat pesisir dan masyarakat agraris adalah pada akses terhadap sumberdaya. Laut merupakan sumberdaya alam yang bersifat open acces sehingga siapapun dapat mengaksesnya. Hal ini sangat berbeda dengan sumberdaya lahan pada masyarakat agraris. Sumberdaya yang bersifat terbuka ini menyebabkan persaingan antar nelayan menjadi semakin keras. Tidak mengherankan nelayan atau penduduk pesisir pada umumnya memiliki karakter yang keras dan kasar. Keadaan ini semakin diperparah dengan resiko pekerjaan yang tinggi baik dalam keselamatan jiwa maupun ekonomi (Widodo, 2008).
Menurut Thohir (2010), masyarakat pesisiran menunjukkan beberapa ciri. Sikapnya cenderung lugas, spontan, tutur kata yang digunakan cenderung menggunakan bahasa ngoko. Keseniannya relatif kasar dalam arti tidak rumit, corak keagamaannya cenderung Islam puritan, dan mobilitasnya cukup tinggi. Di samping itu cara hidup orang pesisir cenderung boros dan menyukai kemewahan, dan suka pamer. Dalam menghadapi atau menyelesaikan masalah cenderung tidak suka berbelit-belit. Corak berkehidupan sosialnya cenderung egaliter. Mereka lebih menghormati tokoh-tokoh informal seperti kayi daripada pejabat pemerintah, hal ini karena dipengaruhi oleh lingkungan hunian mereka di kawasan dataran/pantai yang transparan (berbeda dengan lingkungan pegunungan), dan dipengaruhi oleh corak keislaman yang lebih menekankan pada keterus-terangan. Demikian juga sikap egaliternya, yakni menyukai hubungan antarmanusia dalam kesejajaran bukan atas-bawah.
Masyarakat nelayan dan sumber daya kelautan dan perikanan yang menjadi tumpuan hidup para nelayan tidah hanya sarat dengan berbagai persoalan krusial yang kompleks, tetapi juga menyimpan potensi dan harapan masa depan yang menjanjikan, jika dikelola dengan baik dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, berbagai pihak harus memberikan kepedulian yang besar terhadap pembangunan masyarakat nelayan dan kawasan pesisir laut dengan tujuan agar potensi sumber manusia dan sumber daya alam yang tersedia dapat didayagunakan untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat nelayan secara berkelanjutan (Kusnadi, 2007).
2.2.2 Ikan Kakap Merah
Ikan kakap merah merupakan ikan dasar yang selalu berkelompok menempati karang, tandes atau rumpon. Ikan kakap merah yang mempunyai nama inggris red snapper hampir bisa ditemui semua lokasi di Indonesia bahkan di dunia. Soal jenisnya kakap sendiri ada banyak macam spesiesnya. Lantaran warna ikan ini merah, orang-orangpun menyebutnya dengan nama kakap merah (Makmur, 2009).
Menurut Welly (2010), secara lengkap taksonomi ikan kakap merah adalah sebagai berikut,
Philum : Chordata
Sub Philum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Lutjaniade
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus maabaricus
Ciri-ciri ikan kakap merah yaitu, badan memanjang melebar, gepeng kepala cembung, bagian bawah penutup insang bergerigi. Gigi-gigi pada rahang tersusun dalam ban-ban, ada gigi taring pada bagian terluar rahang atas, sirip punggung berjari-jari keras 11 dan lemah 14, sirip dubur berjari-jari keras 3 lemah 8-9, termasuk ikan buas, makannya ikan kecil dan invertebrata dasar laut. Hidup menyendiri di daerah pantai sampai kedalaman 60 m. Dapat mencapai panjang 45 - 50 Cm. Warna bagian atas kemerahan/merah ke-kuningan, di bagian bawah merah ke-putihan. garis-garis kuning kecil diselingi warna merah pd bagian punggung di atas garis rusuk. Ikan ini menghuni perairan tropis maupun subtropis, walau tiga dari genus Lutjanus diketahui ada yang hidup di air tawar. Bahkan juvenil beberapa spesies dari genus ini lainnya seringkali dijumpai pada hutan-hutan bakau yang ada perairan payau. Tidak jarang pula juvenil-juvenil dari spesies yang bersangkutan ditemukan pada batang-batang sungai yang bermuara pada hutan-hutan bakau tersebut.
Jenis yang berukuran kecil seringkali dijumpai beragregasi di dekat permukaan perairan karang pada waktu siang hari. Pada malam hari umumnya menyebar guna mencari makanannya baik berupa jenis ikan maupun crustacea. Ikan-ikan berukuran kecil untuk beberapa jenis ikan kakap biasanya menempati daerah bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang ditumbuhi rumput laut. Potensi ikan kakap merah jarang ditemukan dalam gerombolan besar dan cenderung hidup soliter dengan lingkungan yang beragam mulai dari perairan dangkal, muara sungai, hutan bakau, daerah pantai sampai daerah berkarang atau batu karang (Ratu, 2009).
2.2.3 Teori Motivasi
Menurut Maslow dalam Siagian (1995), berpendapat bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hirarki kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan fisiologis
2. Kebutuhan akan keamanan
3. Kebutuhan sosial
4. Kebutuhan “esteem”
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan Fisiologis. Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis ialah kebutuhan-kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan, dan perumahan. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar bukan saja karena setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir hingga ajalnya, akan tetapi juga karena tanpa pemuasan berbagai kebutuhan tersebut seseorang tidak dapat dikatakan hidup secara normal. Berbagai kebutuhan fisiologis itu berkaitan dengan status manusia sebagai insan ekonomi. Kebutuhan itu bersifat universal dan tidak mengenal batas geografis, asal usul, tingkat pendidikan, status sosial, pekerjaan atau profesi, umur, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya yang menunjukkan keberadaan seseorang. Hanya saja memang harus diakui adanya perbedaan dalam kemampuan untuk memuasakan berbagai kebutuhan tersebut. Gejala umum yang jelas terlihat ialah bahwa meningkatnya kemampuan seseorang untuk memuaskan berbagai kebutuhan tersebut cenderung mengakibatkan terjadinya pergeseran pendekatan pemuasnya dari pendekatan yang sifatnya kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif.
Kebutuhan keamanan. Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik, meskipun hal ini aspek yang sangat penting, akan tetapi juga keamanan yang bersifat psikologis, termasuk perlakuan adil dalam pekerjaan seseorang. Karena pemuasan kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan tugas pekerjaan seseorang, kebutuhan keamanan itu sangat penting untuk mendapat perhatian. Artinya, keamanan dalam arti fisik mencakup keamanan di tempat pekerjaan dan keamanan dari dan ke tempat pekerjaan. Mungkin akan ada yang mengatakan bahwa jaminan keselamatan seseorang di tempat tinggal dan dalam perjalanannya menuju tempat kerjanya bukan urusan manajemen suatu organisasi. Pendapat itu ada benarnya jika keamanan sebagai kebutuhan para pekerja diartikan secara sempit. Akan tetapi pendapat itu tidak seluruhnya benar. Pengamatan menunjukkan bahwa banyak organisasi yang mengusahakan dan menyediakan sarana angkutan bagi para pegawainya. Kebijaksanaan tersebut ditempuh tidak sekedar untuk lebih menjamin bahwa para pegawai itu tiba di tempat tugas masing-masing pada waktunya dan agar para pegawai pulang pada waktunya juga, akan tetapi termasuk sebagai usaha memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para pegawai tersebut dalam perjalanan menuju ke dan dari tempat kerja masing-masing.
Pemuasan kebutuhan sosial. Telah umum diterima sebagai kebenaran universal bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan organisasional manusia sebagai insan sosial mempunyai barbagai kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya
Kebutuhan “esteem”. Salah satu ciri manusia ialah bahwa dia mempunyai harga diri. Karena itu semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Keberadaan dan status seseorang biasanya tercermin pada berbagai lambang yang penggunannya sering dipandang sebagai hak seseorang, didalam dan luar organisasi. Ternyata penggunaan lambang-lambang status tersebut dikenal baik di lingkungan masyarakat yang sudah maju dan modern. Tentunya bentuk, jenis, aneka ragam, dan penggunaan lambang-lambang status tertentu berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, berbeda dari satu tempat ke tempat lain, berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain dan bahkan juga berbeda antara satu individu dengan individu lain. Dikaitkan dengan kehidupan organisasional, pada umumnya dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kedudukan dan status seseorang dalam suatu organisasi dan di lingkungan masyarakat semakin banyak pula simbol-simbol yang digunakannya untuk menunjukkan status yang diharapkannya diterima dan diakui oleh orang-orang lain, baik secara langsung oleh mereka dengan siapa ia berinteraksi maupun secara tidak langsung oleh berbagai pihak dengan siapa seseorang tidak melakukan interaksi.
Aktualisasi diri. Dewasa ini semakin disadari oleh berbagai kalangan yang semakin luas bahwa dalam diri setiap orang terpendam potensi kemampuan yang belum seluruhnya dikembangkan. Adalah hal yang normal apabila meniti karier, seseorang ingin agar potensinya itu dikembangkan secara sistematik sehingga menjadi kemampuan efektif. Dengan pengembangan demikian, seseorang dapat memberikan sumbangan yang lebih besar bagi kepentingan organisasi dan dengan demikian meraih kemajuan professional yang pada gilirannya memungkinkan yang bersangkutan memuasakan berbagai jenis kebutuhannya.
Menurut McGregor dalam Siagian (1995), berpendapat bahwa klasifikasi manusia, yaitu :
a. Teori “X” yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku negatif.
b. Teori “Y” yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku positif.
Dalam mengemukakan dan mempertahankan kebenaran teorinya, McGregor menekankan bahwa cara yang digunakan oleh para manajer dalam memperlakukan para bawahannya sangat tergantung pada asumsi yang digunakan tentang ciri-ciri manusia yang dimiliki oleh para bawahannya itu.
Teori “X” mengatakan bahwa para manajer menggunakan asumsi bahwa manusia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Para pekerja pada dasarnya tidak senang bekerja dan apabila mungkin akan berusaha mengelakkanya.
b. Karena para pekerja tidak senang bekerja, mereka harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan berbagai tindakan punitif agar tujuan organisasi tercapai.
c. Para pekerja akan berusaha mengelakkan tanggung jawab dan hanya akan bekerja apabila menerima perintah untuk melakukan sesuatu.
d. Kebanyakan pekerja akan menempatkan pemuasan kebutuhan fisiologis dan keamanan di atas faktor-faktor lain yang berkaitan dengan pekerjannya dan tidak akan menunjukkan keinginan atau ambisi untuk maju.
Sebaliknya, menurut teori “Y” para manajer menggunakan asumsi bahwa para pekerja memiliki ciri-ciri :
a. Para pekerja memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan bermain.
b. Para pekerja akan berusaha melakukan tugas tanpa terlalu diarahkan dan akan berusaha mengendalikan diri sendiri.
c. Pada umumnya para pekerja akan menerima tanggung jawab yang lebih besar.
d. Para pekerja akan berusaha menunjukkan kreativitasnya dan oleh karenanya akan berpendapat bahwa pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab mereka juga dan bukan semata-mata tanggung jawab orang-orang yang menduduki jabatan manajerial.
2.2.4 Teori Biaya
Menurut Putong (2005), Secara teoritis biaya dipandang dari sisi waktu dapat digolongkan menjadi 2 saja yaitu biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Hal mendasar dari perbedaan rentang waktu ini kecuali bahwa dalam jangka panjang secara teoritis semua biaya digolongkan sebagai biaya variabel, biaya menurut sisi pertanggungjawabannya digolongkan menjadi 2 macam yaitu biaya internal dan biaya eksternal. Biaya internal adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka operasional perusahaan, dan biaya eksternal adalah biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan sehubungan dengan dampak atau akibat dari operasional perusahaan.
Biaya dalam jangka pendek dipandang dari sisi waktu dikelompokkan menjadi :
1. Biaya tetap (Fixed Cost = FC), yaitu segala macam biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan tidak memandang apakah perusahaan itu sedang menghasilkan barang atau tidak. Secara teoritis jenis biaya ini sangat penting dan sangat krusial bagi perusahaan, karena setidaknya biaya tetap ini akan mempengaruhi operasional perusahaan dalam hal penentu tingkat impas, penentuan tingkat leverage dan maksimum biaya. Dalam tahap dimana perusahaan tidak berproduksi maka biaya tetap adalah merupakan biaya totalnya, jadi FC = TC.
2. Biaya variabel (Variable Cost = VC) yaitu segala macam biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan besar kecilnya unit produksi yang dihasilkan. Secara teoritis biaya variabel dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu :
a. Biaya variabel yang bersifat progresif, yaitu biaya variabel yang nilainya semakin besar seiring dengan semakin bertambahnya beban produksi.
b. Biaya variabel yang bersifat proporsional yaitu biaya variabel yang proporsi nilainya sama dengan proporsi pertambahan beban produksi.
c. Biaya variabel yang bersifat degresif yaitu biaya variabel yang nilainya semakin menurun seiring bertambahnya beban produksi.
Oleh karena VC ini berhubungan dengan unit produksi maka VC = v*Q.
3. Biaya Total (Total Cost = TC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan baik yang bersifat tetap atau yang bersifat variabel. Sehingga TC = FC + VC. Oleh karena biaya variabel adalah salah satu unsur biaya total macam biaya biaya total pun mengikuti macam biaya variabel yaitu bersifat progresif, proporsional, dan degresif.
4. Biaya tetap rata-rata (Average Fixed Cost = AFC) adalah proporsi biaya tetap terhadap jumlah produksi (output) atau setara dengan FC, Q.
5. Biaya variabel rata-rata (Average Variable Cost = AVC) adalah proporsi biaya variabel terhadap jumlah produksi atau setara dengan VC, Q.
6. Biaya total rata-rata (Average Total Cost = Average Cost = AC) yaitu proporsi biaya total terhadap jumlah produksi atau TC/Q, padahal TC = FC + VC, sehingga
Jadi biaya total rata-rata tidak lain adalah jumlah biaya tetap rata-rata ditambah dengan biaya produksi/unit.
7. Biaya Marginal (Marginal Cost = MC) yaitu tambahan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk penambahan unit yang diproduksi.
2.2.5 Teori Pendapatan
Menurut Rahim dan Diah (2007), penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus berikut :
TR = Y x Py
di mana :
TR : total penerimaan
Y : produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py : Harga Y
Jika komoditas pertanian yang dibudidayakan lebih dari satu, maka rumus berubah menjadi :
TR = ∑ Yi . Pxi
Menurut Rahim dan Diah (2007), pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya atau dengan kata lain pendapatan xx meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor atau penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. Pendapatan usaha tani dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pd = TR – TC
TR = Y . Py
TC = FC + VC
di mana :
Pd : Pendapatan usahatani
TR : penerimaan total (total revenue)
TC : total biaya (total cost)
FC : biaya tetap (fixed cost)
VC : biaya variable (variable cost)
Y : produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani
Py : harga Y
Menurut Soekartawi dalam Rahim dan Diah (2007), dalam banyak hal jumlah TC selalu lebih besar jika analisis ekonomi yang dipakai, sebaliknya selalu lebih besar jika analisis finansial yang dipakai.
2.2.6 Teori Kontribusi Pendapatan
Kontribusi pendapatan menurut Hadi dalam Djihan (2004), adalah segala sesuatu yang diperoleh oleh seseorang setelah melakukan berbagai usaha yang memberi dampak masukan benda ataupun uang. Menurut Djarwanto dalam Hartiyadi (2002), untuk menguji kontribusi pendapatan tenaga kerja wanita terhadap pendapatan keluarga, digunakan analisis statistik dengan presentase kontribusi dengan formulasi sebagai berikut,
Keterangan :
Z = presentase kontribusi pendapatan tenaga kerja wanita terhadap keluarga nelayan.
A = jumlah pendapatan tenaga kerja wanita dari hasil kerja di sektor perikanan laut (Rp/bulan).
B = total pendapatan keluarga nelayan (Rp/bulan).
Kriteria pengambilan keputusan :
a. Z < 35% berarti kontribusi pendapatan tenaga kerja wanita terhadap pendapatan keluarga adalah rendah.
b. 35% ≤ Z ≤ 70% berarti kontribusi pendapatan tenaga kerja wanita terhadap pendapatan keluarga adalah sedang.
c. Z > 70% berarti kontribusi pendapatan tenaga kerja wanita terhadap pendapatan keluarga adalah tinggi.
2.3 Kerangka Pemikiran
Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan banyaknya pulau-pulau di Indonesia serta lautan yang membentang luas di wilayah Indonesia ini. Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi perikanan sangat tinggi. Oleh sebab itu, sub sektor perikanan merupakan salah satu strategi yang harus dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia khusunya di wilayah pesisir pantai. Usaha sub sektor perikanan dapat memberikan harapan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia selama ini dan masa yang akan datang. Perikanan merupakan satu bagian dari kegiatan ekonomi yang memberikan harapan serta memenuhi kebutuhan gizi petani dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang lebih baik.
Perikanan laut adalah sekumpulan kegiatan yang dilakukan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang beraktifitas untuk menangkap ikan dan sejenis ikan di laut lepas dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha atau nelayan. Peningkatan hasil tangkapan merupakan upaya yang terus dilakukan oleh nelayan untuk dapat meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu, motivasi nelayan untuk terus meningkatkan hasil tangkapan merupakan salah satu tujuan untuk menambah pendapatannya sehingga pada prinsipnya nelayan berusaha agar hasil yang diperoleh dari tangkapan ikan di laut lebih produktif, selain itu motivasinya untuk memperoleh kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan “esteem”, kebutuhan aktualisasi diri. Peningkatan hasil tangkapan perikanan laut di Oesapa Kabupaten Kupang ditentukan oleh kondisi laut pada saat mereka menangkap.
Potensi kelautan yang terdapat di Oesapa Kabupaten Kupang sangatlah melimpah terutama pada komoditas ikan kakap merah, hasil dari tangkapan ikan kakap merah tersebut dapat menunjang kegiatan perekonomian nelayan di sekitar wilayah pesisir pantai. Selain potensi yang dimiliki wilayah Oesapa jumlah permintaan akan kebutuhan ikan kakap merah mempengaruhi pendapatan para nelayan sehingga dengan permintaan tersebut para nelayan berusaha meningkatkan produktivitas tangkapan ikan kakap merah yang berdampak pada harga jual ikan kakap merah. Hal tersbut ditunjang dengan tingginya harga ikan kakap merah yang akan menambah pendapatan nelayan.
Teori pendapatan di Kabupaten Kupang bertujuan untuk mengetahui pendapatan para nelayan serta kontribusinya terhadap pendapatan keluarga. Pendapatan dari hasil tangkapan ikan kakap merah sangat membantu bagi kehidupan nelayan di Oesapa Kabupaten Kupang sehingga pendapatan berkontribusi besar untuk kelangsungan hidup para nelayan. Jika hasil tangkapan melimpah para nelayan bisa mendapat keuntungan yang besar namun jika hasil tangkapan mereka sedikit akan berdampak pada kehidupan sehari-hari para nelayan karena biaya yang dikeluarkan untuk sekali melaut tidaklah sedikit sehingga perlu hasil yang cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan dalam melaut dan untuk terus melangsungkan kehidupan nelayan sehari-hari.
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
1. Tingkat motivasi nelayan di Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah tinggi.
2. Kontribusi pendapatan ikan kakap merah bagi kehidupan nelayan di Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sedang.
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di kampung nelayan Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive method). Pemilihan daerah penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa kampung nelayan Oesapa Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu nelayan dengan hasil tangkapan ikan kakap merah sebagai komoditas utama.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif dan korelasional. Metode deskriptif mempunyai tujuan memberikan deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat menegenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungannya antara fenomena yang diselidiki. Metode korelasional merupakan metode kelanjutan dari metode deskriptif yang berfungsi untuk mencari hubungan secara statistik antara variabel yang diteliti (Nazir, 2009).
3.3 Metode Pengambilan Contoh
Metode pengambilan contoh penelitian ini dengan menggunakan metode Stratified random sampling yaitu populasi dibagi dalam kelompok yang homogen terlebih dahulu, atau dalam strata. Anggota sampel diambil dari setiap strata. Jika tidak semua strata ditarik sampelnya, maka ia menjadi multiple stage sampling (Nazir, 2009). Setelah melakukan survei pendahuluan terhadap obyek penelitian, dari jumlah populasi sebanyak 300 jiwa akan diambil sampel sebanyak 75 jiwa dengan toleransi kesalahan sebesar 10% dengan menggunakan rumus Slovin :
Tabel 3.1 Data pendapatan nelayan Oesapa Kabupaten Kupang
NO | Strata | N | n |
1 | Sangat Rendah (700 - 1100) | 30 | 15 |
2 | Rendah (1200 - 1600) | 59 | 15 |
3 | Sedang (1700 – 2100) | 107 | 15 |
4 | Tinggi (2200 – 2600) | 61 | 15 |
5 | Sangat Tinggi (2700 – 3100) | 43 | 15 |
| Jumlah | 300 | 75 |
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data pada penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, yaitu :
1. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara terhadap responden berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) yang sudah ditentukan oleh peneliti. Data yang diambil meliputi karakteristik, aktivitas nelayan, serta pendapatan dari hasil tangkapan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
2. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari literatur maupun dari instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Kabupaten Kupang serta Dinas Pemerintahan tingkat Desa dan lain-lain. Data yang diambil antara lain data produksi ikan kakap merah, data nelayan Oesapa, profil desa dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian.
3.5 Metode Analisis Data
Untuk menguji hipotesis pertama mengenai tingkat motivasi nelayan dalam menangkap ikan diuji dengan menggunakan tabulasi skor motivasi, yakni dengan memberikan skor 5, 10, dan 15 untuk setiap poin indikator.
Indikator dalam mengukur tingkat motivasi meliputi :
A. Pemenuhan kebutuhan fisiologis
1. Pemenuhan kebutuhan pokok (5-15)
2. Ketercukupan sumber daya ikan di laut (5-15)
3. Ketercukupan sarana dan prasarana untuk melaut (5-15)
B. Pemenuhan kebutuhan keamanan
1. Tingkat resiko yang dihadapi saat melaut (5-15)
2. Keamanan dalam menangkap ikan (5-15)
3. Kepuasan terhadap proses penangkapan (5-15)
4. Kepastian dalam mendapat informasi harga ikan di pasaran (5-15)
C. Pemenuhan kebutuhan sosial
1. Dorongan keluarga terhadap kegiatan menangkap ikan (5-15)
2. Pengaruh masyarakat terhadap kegiatan menangkap ikan (5-15)
3. Modal yang tersedia (5-15)
4. Ketercukupan modal (5-15)
D. Pemenuhan kebutuhan esteem
1. Kepuasan terhadap kuantitas hasil tangkapan (5-15)
2. Kepuasan terhadap kualitas hasil tangkapan (5-15)
3. Pengaruh tradisi/kebiasaan terhadap kegiatan menangkap ikan (5-15)
E. Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri
1. Kepuasan terhadap profesi yang dijalani (5-15)
2. Kemungkinan untuk berganti profesi (5-15)
Kriteria pengambilan keputusan :
1. Skor 80 – 160 : Motivasi nelayan untuk menangkap ikan kakap merah rendah
2. Skor 165 – 240 : Motivasi nelayan untuk menangkap ikan kakap merah tinggi
Untuk menguji hipotesis kedua mengenai besarnya kontribusi pendapatan penjualan ikan kakap merah digunakan rumus dengan formulasi sebagai berikut Djarwanto dalam Hartiyadi (2002) :
Keterangan :
Z = presentase kontribusi pendapatan yang berasal dari hasil tangkapan nelayan.
A = jumlah pendapatan di sektor perikanan laut (Rp/bulan).
B = total pendapatan keluarga nelayan (Rp/bulan).
Kriteria pengambilan keputusan :
a. Z < 35% berarti kontribusi pendapatan penjualan ikan kakap merah terhadap pendapatan keluarga adalah rendah.
b. 35% ≤ Z ≤ 70% berarti kontribusi pendapatan penjualan ikan kakap merah terhadap pendapatan keluarga adalah sedang.
c. Z > 70% berarti kontribusi pendapatan penjualan ikan kakap merah terhadap pendapatan keluarga adalah tinggi.
3.6 Terminologi
1. Nelayan adalah orang yang bekerja sebagai penangkap ikan di laut lepas.
2. Pendapatan adalah jumlah seluruh penerimaan dari penjualan ikan kakap merah dikurangi dengan jumlah seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk melaut (Rp).
3. Pengalaman adalah rata-rata lamanya nelayan menangkap ikan di laut yang dinyatakan dalam tahun.
4. Responden adalah nelayan Oesapa dengan komoditas tangkapan ikan kakap merah yang dimintai informasi pada saat penelitian dilakukan.
5. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sarana produksi dalam menangkap ikan di laut (Rp/unit).
6. Produksi adalah tangkapan ikan total dalam kegiatan usaha penangkapan ikan di laut selama satu hari (Kg/hari).
7. Keuntungan adalah penerimaan total dikurangi biaya produksi dalam sekali menangkap ikan di laut (Rp).
8. Motivasi adalah tingkat usaha yang dilakukan oleh nelayan untuk mengejar suatu tujuan yang berkaitan dengan kepuasan kerja.
9. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok nelayan Oesapa yang paling mendasar seperti sandang, pangan, papan.
10. Kebutuhan keamanan adalah kebutuhan akan rasa aman nelayan Oesapa baik secara fisik maupun secara psikologis.
11. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan nelayan Oesapa pada pengakuan akan keberadannya dan penghargaan atas harkat dan martabatnya di masyarakat.
12. Kebutuhan esteem adalah kebutuhan harga diri nelayan Oesapa yang didapatkan dengan penilaian dari orang lain.
13. Kebutuhan aktualisasi diri adalah keinginan nelayan Oesapa untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri, untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2009. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi dan Subsektor. [serial on line]. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=56¬ab=5. [20 Oktober 2010].
Djihan. 2004. Kajian Sosial Ekonomi Ikan Bandeng. Skripsi. Jember: Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Fahruddin, A & Gatot, Y. 2008. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir. [serial on line]. http://coastaleco.wordpress.com/2008/04/26/karakteristik-sosial-ekonomi-masyarakat-pesisir/. [30 Oktober 2010].
Firman, A. 2010. Pemanfaatan Hasil Laut Indonesia Perlu Dimaksimalkan. [serial on line]. http://www.antaranews.com/print/1287609790. [20 Oktober 2010].
Hartiyadi, L. L. S. 2002. Peranan Tenaga Kerja Wanita Terhadap Kontribusi Pendapatan Dan Pengeluaran Konsumsi Keluarga Nelayan. Skripsi. Jember: Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Kusnadi. 2007. Jaminan Sosial Nelayan. Yogyakarta: Pelangi Aksara Yogyakarta.
Makmur, A. 2009. Taksonomi Ikan. [serial on line]. http://argamakmur.wordpress.com/taksonomi-ikan/. [30 Oktober 2010].
Meirani, M. R. 2002. Hubungan Motivasi Kerja Wanita Di Sektor Perikanan Laut Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga. Skripsi: Jember. Fakultas Pertanian universitas Jember.
Mualim, M. 2000. Kontribusi Pendapatan Perikanan Laut Dan Pengaruhnya Terhadap Pengeluaran Konsumtif Rumah Tangga Pada Beberapa Strata Sosial Nelayan. Skripsi. Jember: Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Nawawi, M. N. 2008. Kakap Merah (Lutjanus sp.). [serial on line]. http://awiecahaya.blogspot.com/2010/02/kakap-merah-lutjanus-sp.html. [4 November 2010].
Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Putong, I. 2005. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Rahim, A dan Diah. 2007. Ekonomika Pertanian. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Ratu, A. 2009. Habitat Dan Penyebaran Kakap Merah. [serial on line]. http://aida-ratu.blogspot.com/2009/08/habitat-dan-penyebaran-kakap-merah.html. [4 November 2010].
Siagian, S. 1995. Teori Motivasi Dan Aplikasinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Thohir, M. 2010. Masyarakat Pesisir. [serial on line]. http://staff.undip.ac.id/sastra/mudjahirin/2010/07/30/masyarakat-pesisir-2/. [30 Oktober 2010].
Welly. 2010. Spesies Ikan : Pedoman Penyakit Laut. [serial on line]. http://spesiesikan.blogspot.com/2010_05_01_archive.html. [4 November 2010].
Widodo, S. 2008. Karakter Masyarakat Tuban. [serial on line]. http://www.slametwidodo.com/2008/05/06/karakter-masyarakat-tuban/. [30 Oktober 2010].