BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Dormansi diperlihatkan oleh sekumpulan luas organ dari tanaman parenial, termasuk rhizoma, corm, bongkol, bulbil, umbi-akar, umbi-batang, dan tunas diam dimusim dingin dari tanaman air tertentu. Dormansi corm dari Gladiolus, rhizoma dari Convallaria, dan umbi Hellianthus tuberosus. Di pihak lain, umbi – umbi dari sebagian besar yarietas kentang muncul dari dormansi lebih cepat jika disimpan pada 22˚ C dari pada 10˚ C. Benih-benih tertentu, misalnya benih padi yang baru dipanen dapat mengalami dormansi. Tetapi dormansi ini dapat dipecahkan jika benih telah mengalami penyimpanan kering yang disebut dengan after-ripening. Perlakuan benih dengan suhu tinggi dilaporkan dapat memecahkan dormansi benih ini. Di lapangan kadang-kadang terjadi kegagalan penanaman padi akibat fenomena ini. Petani mengeluh bahwa benih yang disemai tidak tumbuh merata dan menyalahkan bahwa pedagang benih telah menjual benih yang kadaluarsa. Sebenarnya, benih tersebut belum cukup waktu melampaui periode after-ripeningnya. Pertumbuhan embrio ditahan pada saat benih masak, tetapi mulai lagi pada perkecambahan. Benih membutuhkan air untuk berkecambah, oksigen, dan temperatur dimana suhunya antara 5o – 45o C. Benih yang berkecambah memerlukan tiga faktor yang dibuat perkecambahan masak. Benih yang baru saja dipanen, walaupun tidak mengalami perkecambahan, tetapi memasuki tahap dormansi dan gagal merespon kondisi berkecambah.
Dormansi merupakan strategi benih-benih tumbuhan tertentu agar dapat mengatasi lingkungan sub-optimum guna mempertahankan kelanjutan spesiesnya. Terdapat berbagai penyebab dormansi benih yang pada garis besarnya dapat digolongkan kedalam adanya hambatan dari kulit benih (misalnya pada benih lamtoro karena kulit benih yang impermeabel terhadap air) atau bagian dalam benihnya (misalnya pada benih melinjo karena embrio yang belum dewasa). Benih yang mengalami dormansi organik ini tidak dapat berkecambah dalam kondisi lingkungan perkecambahan yang optimum. Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut. Struktur benih (kulit benih) yang keras sehingga mempersulit keluar masuknya air kedalam benih.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Permasalahan yang terkadang muncul dalam rangka pengadaan benih adalah menentukan cara seleksi benih yang efektip untuk memilih benih-benih bermutu fisiologis tinggi. Ukuran benih berkorelasi dengan viabilitas dan vigor benih, dimana benih yang relatif berat cenderung mempunyai vigor yang lebih baik. Benih dengan berat dan ukuran lebih besar lebih banyak dipilih karena umumnya berhubungan dengan kecepatan berkecambah dan perkembangan semai yang lebih baik (Winarni, 2009).
Benih bermutu fisiologis unggul adalah benih yang memiliki viabilitas potensial dan vigor yang tinggi, berkadar air yang tepat untuk mempertahankan daya simpan serta tidak terkontaminasi sumber hama dan penyakit, baik selama disimpan maupun sesudah ditanam (Zanzibar, 2010).
Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya (Sutopo, 2004).
Biji-biji dari banyak spesies tidak akan berkecambah pada keadaan gelap. Biji-biji itu memerlukan rangsangan cahaya. Nampaknya ada dua himpunan tekanan ekologis yang mempengaruhinya. Pertama, biji-bijian dari banyak tanaman-tanaman pengganggu, seperti halnya berbagai macam spesies Chenopodium yang merupakan ciri dari tanah dan mungkin terkubur pada kedalaman tertentu karena pengolahan tanah nampaknya memerlukan kondisi yang baik untuk mengatasinya bila mereka tidak berkecambah sampai mereka dapat kembali muncul ke permukaan (Andani dan Purbayanti, 1991).
Pengurangan kandungan lengas biji, serta suhu dan kelembaban relatif di tempat biji disimpan, memperpanjang umur penyimpanan kebanyakan biji. Laju perkecambahan menurun dengan menurunnya potensial lengas tanah dan untuk jagung, berhenti pada 1,25 Mpa. Suhu tanah 26o – 30o C adalah optimum untuk perkecambahan dan pertumbuhan semai awal (Tohari, 1999).
Zat-zat penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada tanaman antara lain adalah ammonia, abscisis acid, benzoic acid, ethylene, alkaloid, alkaloids lactone (antara lain coumarin). Coumarin diketahui menghambat kerja enzim. Enzim penting dalam perkecambahan (Sutopo, 2004).
Dormansi benih dapat disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas (oksigen),embrio yang belum tumbuh secara sempurna, hambatan mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam embrio (Saleh, 2004).
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Perlakuan UL Perkecambahan (%)
Hari ke-3 Hari ke-7
Normal Mati Normal abnormal Mati
Benih Baru Dipanen (dormansi) Kontrol 1 25 - - - 25
2 22 3 22 - 3
3 23 2 22 1 2
N 23,3 1,6 14,6 0,33 10
Direndam Dalam air Selama 24 jam 1 22 3 22 1 2
2 22 3 22 - 3
3 24 1 24 1 0
N 22,6 3,44 22,6 0,33 1,6
Dipanaskan pada suhu 400 C selama 3-5 hari 1 22 3 21 - 4
2 23 2 23 - 2
3 18 7 19 - 6
N 21 4 21 - 4
Ditanam dalam KNO3 5% atau H2O2 0,5% 1 15 10 - 22 3
2 16 9 - 22 3
3 12 13 - 22 3
N 14,3 10,6 - 22 3
Benih lebih dari 10 minggu setelah panen (tanpa dormansi) Kontrol 1 18 7 0 0 25
2 - 1 0 1 24
3 3 2 0 0 25
N 7 3,33 0 0,33 24,6
Direndam Dalam air Selama 24 jam 1 11 - 0 0 25
2 13 - 0 0 25
3 8 - 0 0 25
N 10,6 - 0 0 25
Dipanaskan pada suhu 400 C selama 3-5 hari 1 24 1 19 5 1
2 23 2 22 1 2
3 25 1 21 4 0
N 24 1,3 20,6 3,33 1
Ditanam dalam KNO3 5% atau H2O2 0,5% 1 0 25 0 0 25
2 0 25 0 0 25
3 0 25 0 0 25
N 0 25 0 0 25
4.2 Pembahasan
Praktikum perkecambahan benih akibar dormansi pada tanggal 30 April 2011 menggunakan benih baru dipanen (dormansi) dengan berbgai perlakuan dan menggunakan benih lebih dari 10 minggu panen (tanpa dormansi) dengan berbagai perlakuan. Hasil percobaan menunjukkan benih padi yang baru dipanen (dormansi) mendapatkan hasil yang lebih baik pada perlakuan perendaman dalam air selama 24 jam karena tingkat kematiannya hanya 1,6 dengan tingkat benih hidup normal sebesar 22,6 sedangkan pada perlakuan ditanam dalam KNO3 3% atau H2O2 0,5% tingkat kematian benih sebesar 3 dengan tingkat kehidupan benih abnormal sebesar 22, pada kontrol benih yang masih hidup sebesar 14,6 dengan tingkat klematian rata-rata 10 benih, pada benih yang dipanasakan pada suhu 49 derajat C benih yang hidup rata-rata sebesar 21 dengan tingkat kematian sebesar 4 benih. Pada penggunaan benih yang lebih 10 minggu setelah panen (tanpa dormansi) mendapatkan hasil yang lebih baik pada perlakuan dipanaskan pada suhu 40 derajat C dengan tingkat kehidupan benih sebesar 20,6 benih dan tingkat kematian benih sebesar 1 benih, sedangkan pada benih yang ditanam dalam KNO3 3% dan H2O2 0,5% dan direndam dalam air selama 24 jam benih mengalami kematian, pada kontrol hanya 1 benih yang hidup dengan keadaan abnormal. Dari penggunaan 2 benih yang berbeda tersebut dihasilkan perlakuan terbaik pada benih dormansi dengan perlakuan direndam dalam air selama 24 jam, sedangkan pada perlakuan benih tanpa dormansi diperoleh hasil terbaik dengan perlakuan dipanaskan pada suhu 40 derajat C selama 3-5 hari.
Pada penyimpanan benih mengalami dormansi karena faktor lingkungan yang menghambat benih untuk berkecambah. Namun, pada benih yang secara alamiah mengalami dormansi sulit untuk mengecambahkannya meskipun kondisi lingkungan memenuhi untuk berkecambah. Dormansi adalah kondisi benih hidup yang tidak berkecambah walaupun kondisi lingkungan yang optimum untuk berkecambah. Dormansi benih dapat terjadi karena faktor fisik maupun fisiologi benih. Faktor fisik disebabkan oleh morfologi benih itu sendiri. Sebagai contoh adalah benih memiliki kulit yang keras. Kulit yang keras ini yang menyebabkan imbibisi (masuknya air kedalam sel) terhambat. Padahal untuk berkecambah benih memerlukan air untuk meningkatkan proses metabolisme dan energi. Lapisan kulit yang keras bersifat impermeabel artinya tidak dapat dilalui air. Selain itu, adanya zat penghambat pada benih juga menyebabkan air tidak dapat masuk dan benih sulit berkecambah. Faktor benih dormansi secara fisiologi antara lain disebabkan karena embrio belum terbentuk sempurna. Benih yang mengalami dormansi ini harus disimpan sampai waktu tertentu. Setiap benih memiliki waktu yang berbeda-beda agar embrio terbentuk sempurna. Contoh benih yang mengalami dormansi fisiologi adalah biji melinjo. Selain embrio yang belum terbentuk sempurna, adanya zat penghambat pertumbuhan dalam biji seperti asam absisat sangat berpengaruh. Keseimbangan hormonal benih harus sesuai. Jika tidak akan menyebabkan ketidakseimbangan yang menyebabkan adanya gangguan fisiologi benih sehingga sulit untuk berkecambah.
Untuk mengatasi dormansi ada beberapa upaya yaitu dengan memperlunak jaringan kulit agar air dapat masuk kedalam benih. Biasanya cara yang dilakukan adalah dengan skarifikasi, air panas dan cara kimia. Skarifikasi dilakukan untuk menipiskan kulit biji dengan menggunakan amplas. Air panas digunakan untuk melunakkan kulit biji. Dengan skarifikasi dan air panas diharapkan air bisa masuk dan merangsang perkecambahan. Cara kimia dilakukan dengan merendam dengan asam kuat yaitu H2SO4 pada intinya perkecambahan sangat memerlukan air, sehingga upaya yang dilakukan ketika benih mengalami dormansi adalah cara-cara supaya air bisa masuk yaitu dengan melunakkan jaringan kulit dengan air panas atau cara kimia.
Metode terbaik untuk mematahkan dormansi pada benih padi yaitu dengan melakukan perendaman pada air panas karena cara yang dilakukan cukup mudah dan banyak orang mengerti tentang cara penggunannya, waktu yang diperlukan juga lebih cepat daripada mengamplas satu per satu kulit benih, biaya yang dikeluarkan lebih sedikit daripada harus membeli larutab H2SO4 untuk merendam karena sebenarnya tujuan pematahan dormansi untuk melunakkan benih padi agar lebih mudah untuk masuk kedalam dan melakukan perkecambahan.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perlakuan terbaik pada benih dormansi dengan perlakuan direndam dalam air selama 24 jam, sedangkan pada perlakuan benih tanpa dormansi diperoleh hasil terbaik dengan perlakuan dipanaskan pada suhu 40 derajat C selama 3-5 hari.
2. Dormansi benih dapat terjadi karena faktor fisik yang disebabkan oleh morfologi benih itu sendiri. Sebagai contoh adalah benih memiliki kulit yang keras. Kulit yang keras ini yang menyebabkan imbibisi (masuknya air kedalam sel) terhambat, sedangkan untuk berkecambah benih memerlukan air untuk meningkatkan proses metabolisme dan energi.
3. Untuk mengatasi dormansi ada beberapa upaya yaitu dengan skarifikasi, merendam dalam air panas dan cara kimia yaitu merendam dalam asam kuat yaitu H2SO4.
4. Metode terbaik untuk mematahkan dormansi pada benih padi yaitu dengan melakukan perendaman pada air panas karena cara yang dilakukan cukup mudah dan banyak orang mengerti tentang cara penggunannya, waktu yang diperlukan juga lebih cepat.
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya para praktikan lebih memperhatikan kelembapan substrat kertas merang karena salah satu penyebab kematian benih dalam perkecambahan praktikum kali ini adalah kelembapan substrat kertas merang yang kurang terjaga, selain itu lebih memperhatikan lagi dalam pengambilan benih yang digunakan karena pada praktikum kali ini terdapat kesalahan pengambilan benih sehingga terdapat benih yang tidak tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA
Andani, S dan E.D. Purbayanti., 1991. Fisiologi Tanaman Lingkungan. UGM Press, Yogyakarta
Saleh, M S. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik Pada Berbagai Lama Ekstraksi Buah. Agrosains 6(2).
Sutopo, L., 2004. Teknologi Benih. Penerbit Rajawali, Jakarta
Tohari., 1999. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. UGM Press, Yogyakarta
Winarni, dkk. 2009. Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Perkecambahan Benih Kayu Afrika. Teknik Pertanian 13(2).
Zanzibar, M. 2010. Peningkatan Mutu Fisiologis Benih Suren Dengan Cara Priming. Jurnal Standarisasi 12(1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar