BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman merupakan makhluk hidup yang mengalami suatu proses pembiakan untuk melestarikan keturunannya, cara memperbanyak tanaman banyak ragamnya, mulai yang sederhana sampai yang rumit, ada yang tingkat keberhasilannya tinggi, ada pula yang rendah. Ini semua tergantung kepada beberapa faktor, misalnya cara perbanyakan yang kita pilih, jenis tanaman, waktu memperbanyak, keterampilan pekerja dan sebagainya. Perbanyakan tanaman bisa digolongkan menjadi tiga golongan besar, yaitu perbanyakan secara generatif, vegetatif, dan vegetatif-generatif.
Pembiakan vegetatif terbagi menjadi 2 diantaranya yaitu alami dan buatan. Pembiakan vegetatif alami adalah suatu pembiakan tanaman yang dilakukan secara alami oleh tanaman itu sendiri tanpa adanya bantuan dari manusia. Pembiakan vegetatif buatan adalah pembiakan tanaman yang dilakukan dengan bantuan dari manusia, seperti stek, cangkok, okulasi, enten dan kultur jaringan. Pembiakan vegetatif buatan yang tersulit yaitu pembiakan vegetatif dengan cara melakukan kultur jaringan karena tingkat keberhasilan yang kecil jika alat serta ruangan yang digunakan tidak steril sehingga perlu memperhatikan hal-hal yang dapat menjadi kendala dalam melakukan kultur jaringan.
Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Medium merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan dalam melakukan proses kultur jaringan. Media sendiri merupakan faktor utama dalam perbanyakan kultur jaringan, terdapat media tumbuh yang terbagi menjadi media padat dan cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar dimana nutrisi dicampurkan pada agar-agar, sedangkan media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair sendiri bersifat tenang atau selalu bergerak tergantung dari kebutuhan. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
1. Mempelajari cara pembuatan media dengan baik dan benar.
2. Mengenal perbedaan macam-macam media kultur jaringan.
3. Mengetahui salah satu organ tanaman mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
1.2.2 Manfaat
1. Dapat mempelajari cara pembuatan media dengan baik dan benar.
2. Sebagai wacana bagi mahasiswa untuk lebih memiliki wawasan tentang teknik kultur jaringan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Pembiakan vegetatif sangat diperlukan karena bibit hasil pengembangan secara vegetatif merupakan duplikat induknya sehingga mempunyai struktur genetik yang sama. Keuntungan lain dari pembiakan secara vegetatif adalah untuk pembangunan benih klon, bank klon dan perbanyakan tanaman yang penting dari hasil kegiatan pemuliaan seperti hibrid yang steril atau tidak dapat bereproduksi secara seksual serta perbanyakan masal tanaman terseleksi. Penggunaan teknik pembiakan vegetatif pada tanaman diperlukan untuk konservasi genetik dan meningkatkan tingkat ketelitian pada uji genetik dan non genetik atau mengurangi eror variasi (Adinugraha, 2007).
Teknik kultur jaringan dapat sangat berguna bagi perbanyakan berbagai tanaman hortikultura dan perkebunan yang lazim diperbanyak secara vegetatif. Teknik ini dapat menghasilkan sejunlah besar tanaman klon dari sejumlah kecil jaringan awal, serta dapat menyeleksi klon yang bebas dari penyakit virus dan penyakit lainnya. Kultur jaringan dan kultur sel dapat pula mendorong peningkatan keragaman genetik yang disebut keragaman somaklon. Dari sini dapat diseleksi genotipa yang berguna bagi pemuliaan tanaman, seperti sifat-sifat tahan penyakit, toleran terhadap salinitas dan ion-ion yang meracuni tanaman, kekeringan serta herbisida (Makmur, 1992).
Menurut Suryowinoto (1996), klon adalah sekelompok sel, sekelompok jaringan, atau sekelompok tanaman yang pada prinsipnya mempunyai sifat genetic yang identik. Perbanyakan klon secara in vitro tidak bisa disangkal lagi menjadi salah satu cabang perbanyakan in vitro atau perbanyakan mikro (mikro propagation) yang terpenting. Persyaratan perbanyakan klon :
1. Stabilitas genetik, tidak ada mutasi.
2. Reverse dari bagian tanaman dewasa ke fase juvenile harus mampu, terutama untuk tanaman berkayu.
3. Sel-sel harus diseleksi secara seksama, terutama bahan tanaman yang dipakai harus bebas patogen.
4. Retensi dari kemampuan regeneratif dapat dipertahankan.
5. Justifikasi ekonomik dibandingkan perbanyakan tanaman yang sama dengan cara perbanyakan in vivo.
6. Transfer palntula dari botol ke budidaya dalam tanah tidak boleh terlalu berbelit-belit dan harus dapat dilaksanakan tanpa banyak kematian atau banyak kehilangan.
Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan hormon yang ada dalam eksplan. Hormon dalam eksplan bergantung pada hormon endogen dan eksogen yang diserap dari media tumbuh. Penambahan hormon eksogen akan berpengaruh terhadap jumlah dan kerja hormon endogen untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan eksplan (Ardhiana, 2009).
Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. NAA (Naftaleine Asetat Acid) adalah zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan sintesa protein. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan. Adapun kinetin tergolong zat pengatur tumbuh dalam kelompok sitokinin. Kinetin adalah kelompok sitokinin yang berfungsi untuk pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersama-sama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap deferensiasi jaringan (Nisa, 2005).
Teknologi kultur jaringan telah terbukti dapat digunakan sebagai teknologi pilihan yang sangat menjanjikan untuk pe-menuhan kebutuhan bibit tanaman yang akan dieksploitasi secara luas. Namun demikian, ada faktor tertentu yang harus diantisipasi, yaitu penyimpangan genetik yang dapat ter-jadi karena metode in vitro. Untuk itu, perlu dimengerti mekanisme fisiologi apa yang terjadi, faktor apa saja yang menyebabkannya sehingga mutasi dapat dihindarkan. Banyak hal yang harus dipelajari dan dikuasai dalam teknik kultur jaringan, seperti mekanisme fisiologi, daya aktivitas, laju transportasi, sifat persistensi, daya aktivitas dari berbagai komponen organik dan anorganik penyusun media tumbuh serta faktor lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan kultur in vitro (Mariska, 2002).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Pembiakan Tanaman 1 dengan judul acara “Pembuatan Media dalam Pembiakan Kultur Jaringan” akan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 2 April 2011, Pukul 14.00 wib, di Laboratorium Poduksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Bahan media kultur
3.2.2 Alat
1. Autoclave
2. Shaker atau alat penggojok
3. Kotak entkas
4. Timbangan analitis
5. Alat pengukur Ph
6. Erlenmeyer
7. Gelas ukur
8. Beaker glass
9. Tabung reaksi
10. Pinset
11. Termometer
3.3 Metode Pelaksanaan
3.3.1 Pelaksanaan Praktikum
A. Cara membuat stok dengan volume 1 liter
1. Membuat stok NH4NO3 1650 mg/lt dengan pengambilan 20 ml.
2. Menimbang NH4NO3 sebanyak 82500 mg (82,5 gram).
3. Melarutkan NH4NO3 dalam 1000 ml aquades.
4. Menyimpan larutan NH4NO3 dalam suhu dingin sebagai stok A (demikian juga dengan stok lain).
B. Cara pembuatan media padat MS kutur jaringan sebanyak 1 liter
1. Menyiapkan semua larutan baku MS.
2. Mengambil larutan baku sesuai ketentuan dan menuangkannya ke dalam baker glass 1 liter ang sudah terisi aquades 300 ml.
3. Menimbang gula 30 gram dan 8 gram bahan pemadat (agar) dan memasukkannya ke dalam baker glass.
4. Mengaduk campuran di atas stirrer dan mengukur derajat keasaman dengan ph meter (5,8), menggunakan NaOH 1 N atau HCl 1 N untuk mengaturnya.
5. Menambahkan aquades hingga mencapai 1000 ml.
6. Mendidihkan di atas perapian sampai agar melarut.
7. Menuangkan media dalam keadaan cair ke dalam botol-botol dengan ukuran ketebalan 1 cm.
8. Menutup semua botol dengan aluminium foil dan menandai menurut jenis medianya.
9. Mensterilkan botol-botol berisi media di dalam autoclave selama 30 menit temperatur 121 C tekanan 17,5 psi.
10. Menyimpan media sambil menguji kesterilannya selama 3 x 24 jam , setelah autoclave mati.
11. Menanami media yang steril.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Formulasi media | Pengamatan hari ke- 1 | |
Σ | K | |
1. BAP 0,5 PPM, NAA 1 PPM | 0 | - |
2. NAA 0,5 PPM, BAP 1 PPM | 0 | - |
3. NAA 1 PPM, BAP 0,5 PPM | 0 | - |
4. BAP 0,5 PPM | 0 | - |
5. 2,4 D 0,5 PPM | 0 | - |
6. KONTROL | 0 | - |
Keterangan:
Σ : Jumlah Kontaminasi
K : Jenis Kontaminasi
4.2 Pembahasan
Hasil pengamatan kontaminasi media kultur jaringan menunjukkan bahwa pembuatan media yang dilakukan oleh kelompok 6 tanpa komposisi atau sebagai kontrol menunjukkan bentuknya padat dan tidak terkontaminasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat keberhasilan pembuatan media kultur jaringan tanpa tambahan formulasi media adalah 100%.
Pembuatan media yang berhasil tentunya tidak terlepas dari adanya komposisi yang menyusun media tersebut diantaranya adalah:
1) Unsur hara makro, enam unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan jaringan tanaman, yaitu: Nitrogen (N) dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4, Fosfor (P) dalam bentuk KH2PO4, Kalium (K dalam bentuk CaCl2.2H2O, Kkalsium (Ca) bentuk CaCl2.2H2O, Magnesium (Mg) dalam bentuk MgSO4.7H2O, Sulfur (S), ditemui dalam vitamin B1 dan asam amino Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen anorganik untuk pertumbuhan sel tanaman. pertumbuhan yang lebih baik adalah pertumbuhan yang apabila mengandung nitrat dan amonium. Kalium dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman. Umumnya media mengandung kalium pada konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca berkisar antara 1-3 mM.
2) Unsur hara mikro. Hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan tanaman adalah Molibdenum (Mo) dalam bentuk NaMoO4.2H2O, Besi (Fe) Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O, Mangan (Mn) dalam bentuk MnSO4.4H2O, Seng (Zn) dalam bentuk ZnSO4.4H2O, Boron (B) dalam bentuk H3BO3, Tembaga (Cu) dalam bentuk CuSO4.5H2O, Besi adalah unsure yang paling kritis diantara semua hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah media dibuat. Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media.
3) Unsur Karbon dan Sumber Energi. Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah sukrosa. Selain sukrosa, karbohidrat lain yang digunakan adalah glukosa dan fruktosa. Kedua sumber C tersebut dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa, dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa dibanding dengan fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur berkisar antara 2 dan 3%.
4) Komposisi unsur Vitamin, Vitamin disintesa pada tanaman normal untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya. Vitamin dibutuhkan oleh tanaman sebagai katalis dari berbagai macam proses metabolik. Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah: Thiamine (vitamin B1), Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Umumnya hampir semua sel tanaman memerlukan thiamin untuk pertumbuhannya. Konsentrasi thiamin yang digunakan dalam media biasanya berkisar antara 0.1-10 mg/L, Nicotinic Acid (niacin), Pyridoxine (vitamin B6), Mio-Inositol, sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengatur tumbuh merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan. Mio-inositol termasuk dalam karbohidrat, tetapi umumnya dalam pembuatan media kultur sering dikelompokkan dalam stok larutan vitamin dan juga Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan.
5) Asam Amino. Penggunaan asam amino terutama penting dalam penetapan kultur sel dan kultur protoplas. Asam amino yang tersedia dalam kultur sel tanaman merupakan sumber nitrogen yang dapat segera digunakan. Secara normal sel-sel yang dikulturkan dapat mensintesa kebutuhan asam aminonya, tetapi penambahan asam amino tertentu atau campuran asam amino dapat digunakan untuk membantu menstimulasi pertumbuhan sel.
6) Zat Pengatur Tumbuh. Terdapat empat zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan tanaman, diantaranya: Auksin, Sitokinin, Giberelin, Asam Absisik.
Auksin, auksin yang umum digunakan dalam media kultur adalah indole-3-acetic acid (IAA), indole-3-butiric acid (IBA), 2,4 dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), dan naphthalene acetic acid (NAA). Fungsi Auksin didalam media adalah untuk menginduksi proses embriogenesis somatik,, menginisiasi tunas dan khususnya akar, dan menstimulasi pertumbuhan kultur tunas ujung. menstimulir produksi kalus dan pertumbuhan sel.
Sitokinin, sitokinin yang umum digunakan dalam media kultur mencakup 6-benzylamino purine atau 6-benzyladenin (BAP, BA), 6-γ- γ-dimethylamino purine (2iP), furfurilamino purine (kinetin), dan 6-(4-hydroxy-3-methyl-trans-2buthenylamino)purine (zeatin). Zeatin dan 2iP termasuk sitokinin alami, sementara itu BA dan kinetin termasuk sitokinin sintetik. Tujuan penambahan Sitokinin dalam media kultur untuk untuk menghambat pembentukan akar. menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler.
Giberelin (GA3) dan Asam Absisik (ABA) adalah dua jenis ZPT yang juga digunakan dalam media kultur. Biasanya biakan dalam kultur jaringan dapat tumbuh tanpa kehadiran kedua ZPT tersebut, meskipun untuk beberapa spesies tanaman memerlukan kedua ZPT tersebut untuk meningkatkan pertumbuhannya. Biasanya GA3 dibutuhkan untuk memacu peningkatan pertumbuhan kultur sel, meningkatkan pertumbuhan kalus, dan pemanjangan ruas batang atau plantlet yang mengalami kekerdilan. ABA umumnya digunakan untuk menghambat atau menstimulasi pertumbuhan kalus (tergantung pada spesies tanamannya), meningkatkan proliferasi tunas dan menghambat tahap-tahap dari perkembangan embrio.
Media kultur jaringan mempunyai beberapa jenis yang disesuaikan dengan beberapa jenis tanaman. Media-media tersebut diantaranya adalah :
a) Media Murashige & Skoog (media MS). Media ini merupakan media yang awalnya unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain.
b) Media Knudson dan media Vacin and Went, Media ini merupakan media yang dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman anggrek yang ditanam di kebun, dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat.
c) Media White, Media ini dikembangkan untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari. Media ini mempunyai unsur makro yang lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.
d) Woody Plant Medium, Media ini merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media ini digunakan untuk kultur khusus tanaman berkayu. Media Woody Plant Medium (WPM) banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
e) Media Gamborg B5, Media ini adalah media yang pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai.
f) Media Nitsch & Nitsch, Media ini merupakan media yang digunakan untuk mengkulturkan jaringan tanaman Artichoke Jerussalem.
g) Media Knop, Media ini dapat digunkan untuk kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen.
h) Media Schenk & Hildebrant, Media ini adalah satu media yang cukup terkenal. Media ini digunkan pada kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Media Schenk & Hildebrant ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.
.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Tingkat keberhasilan media kultur jaringan yang dibuat oleh kelompok 6 adalah 100%. Media yang terbentuk adalah padat dan tidak terkontaminasi.
2. Komposisi yang diperlukan agar tanaman dapat tumbuh adalah unsur hara makro (N, P, K, Mg , Ca, S), unsur hara mikro (Fe, Ze, Mn, B, Cu, Mo), unsurekarbon (glukosa), unsure vitamin (Thiamine, Nicotinic Acid ,Pyridoxine, Mio-Inositol, Vitamin C), unsur asam amino dan unsur zat pengatur tumbuh (auksin, sitokinin, giberelin, asam absisik)
3. Macam – macam media kultur jaringan diataranya adalah Media Murashige & Skoog (kalus tembakau), Media Knudson dan media Vacin and Went (anggrek), Media White (bungan matahari), Woody Plant Medium (tanaman berkayu), Media Gamborg B5 (kalus kedelai), Media Nitsch & Nitsch (Artichoke Jerussalem), Media Knop (kalus wortel), Media Schenk & Hildebrant (tanaman monokotil dan dikotil),
5.2 Saran
Pada praktikum yang selanjutnya sebaiknya dilakukan perbedaan komposisi yang lebih bervariasi agar tercipta berbagai macam pebedaan yang berguna untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing komposisi yang diberikan selain itu sterilisasi dalam pembuatan media kultur jaringan tetap diperhatikan agar tidak terjadi kegagalan akibat kontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, dkk. 2007. Pertumbuhan Stek Pucuk Dari Tunas Hasil Pemangkasan Semai Jenis Eucalyptus Pellita F. Muell Di Persemaian. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 1(1).
Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara in vitro. Kanisius: Yogyakarta.
Ardhiana, dkk. 2009. Teknik Pemberian Benzil Amino Purin Untuk Tanaman Memacu Pertumbuhan Kalus dan Tunas pada Kotiledon Melon. Jurnal Teknik Pertanian. 14(2).
Nisa, Chatimatun dan Rodinah. 2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa paradisaca L.) Dengan Pemberian Campuran NAA Dan Kinetin. BioscientiaeI. 2(2).
Mariska, Ika. 2002. Perkembangan Penelitian Kultur In Vitro Pada Tanaman Industri, Pangan, dan Hortikultura. Buletin Agro 5(2).
Makmur, A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar