Rabu, 12 Oktober 2011

KLASIFIKASI IKLIM BERBASIS DATA CURAH HUJAN DAN KESESUAIANNYA UNTUK JENIS

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pertanian adalah suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan pada proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pertanian dalam arti sempit dinamakan dengan pertanian rakyat, sedangkan pertanian dalam arti luas meliputi pertanian dalam arti sempit, kehutanan, peternakan dan perikanan, merupakan suatu hal yang penting. Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil peranan dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturan dalam pemenuhan kebutuhannya. Tingkat kemajuan pertanian mulai dari pengumpul dan pemburu, pertanian primitif, pertanian tradisional dan modern. Pertanian dapat diberi arti terbatas dan arti luas. Dalam arti terbatas, definisi pertanian ialah pengelolahan tanaman dan lingkungannya agar memberikan suatu produk, sedang dalam arti luas pertanian ialah pengolahan tanaman, ternak, dan ikan agar memberikan suatu produk. Pertanian yang baik ialah pertanian yang dapat memberikan produk jauh lebih baik daripada apabila tanaman, ternak atau ikan tersebut dibiarkan hidup secara alami (Soetriono dkk, 2008).
Di samping faktor tanah, produktivitas pertanian sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dan berbagai unsur iklim. Namun dalam kenyatannya, iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi. Hal tersebut disebabkan kekurang mampuan petani dalam memahami karakteristik dan menduga iklim, sehingga upaya antisipasi resiko dan sifat ekstrimnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Akibatnya, seringkali tingkat hasil dan mutu produksi pertanian yang diperoleh kurang memuaskan dan bahkan gagal sama sekali.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah katulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia. Perubahan iklim akan menyebabkan seluruh wilayah Indonesia mengalami kenaikan suhu udara, dengan laju yang lebih rendah dibanding wilayah subtropis wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan curah hujan, sedangkan wilayah utara akan mengalami peningkatan curah hujan. Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan berubahnya awal dan panjang musim hujan. Di wilayah Indonesia bagian selatan, musim hujan yang makin pendek akan menyulitkan upaya meningkatkan indeks pertanaman (IP) apabila tidak tersedia varietas yang berumur lebih pendek dan tanpa rehabilitasi jaringan irigasi. Meningkatnya hujan padamusim hujan menyebabkan tingginya frekuensi kejadian banjir, sedangkan menurunnya hujan pada musim kemarau akan meningkatkan risiko kekekeringan. Sebaliknya,di wilayah Indonesia bagian utara, meningkatnya hujan pada musim hujan akan meningkatkan peluang indeks penanaman, namun kondisi lahan tidak sebaik di Jawa. Tren perubahan ini tentunya sangat berkaitan dengan sektor pertanian (Kebijakan, 2008).

1.2  Tujuan dan Manfaat
1.2.1   Tujuan
1.    Untuk mengetahui cara pemanfaatan data curah hujan untuk penetapan klasifikasi iklim dan menentukan kesesuaiannya dengan jenis tanaman.

1.2.2   Manfaat
1.    Bagi petani dapat mengetahui cara pemanfaatan data curah hujan untuk penetapan klasifikasi iklim.
2.    Bagi petani dapat menentukan kesesuaiannya dengan jenis tanaman.
3.    Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Iklim merupakan gejala alam yang sangat dinamis yang hampir semua unsurnya memiliki keragaman yang tinggi, baik secara spasial maupun temporal. Pada kondisi normal, dinamika iklim mempunyai pola tertentu yang berulang secara periodik, namun sering pula terjadi perubahan yang ekstrim, yang menyimpang dari kondisi rata-rata (normal) dan/atau pola umumnya. Penyimpangan secara temporer disebut sebagai anomali iklim (climate anomaly), sedangkan penyimpangan yang menuju pada pola baru atau tren tertentu yang bersifat permanen disebut sebagai perubahan iklim (climate change) (Las, 2008).
Perubahan temperatur atmosfer menyebabkan kondisi fisis atmosfer kian tak stabil dan menimbulkan terjadinya anomali-anomali terhadap parameter cuaca yang berlangsung lama. Dalam jangka panjang anomali-anomali parameter cuaca tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut diantaranya adalah Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim (tanah longsor, banjir, kekeringan, badai tropis, dll.), Mengancam ketersediaan air, Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan, Menurunkan produktivitas pertanian, Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan, Mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati, Kenaikan muka laut menyebabkan banjir permanen dan kerusakan infrastruktur di daerah pantai.  Terdapat dua dampak yang menjadi isu utama berkenaan dengan perubahan iklim, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut yang menyebabkan tergenangnya air di wilayah daratan dekat pantai. Dampak lain yang diakibatkan oleh naiknya muka laut adalah erosi pantai, berkurangnya salinitas air laut, menurunnya kualitas air permukaan, dan meningkatnya resiko banjir (Susandi, dkk, 2008).
Unsur-unsur iklim yang menunjukkan pola keragaman yang jelas merupakan dasar utama dari klasifikasi iklim yang dilakukan oleh para pakar atau institusi yang relevan. Unsur iklim yang sering dipakai tersebut adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Unsur iklim yang lain, seperti cahaya dan angin, sangat jarang digunakan sebagai dasar klasifikasi iklim. Cahaya tidak digunakan sebagai dasar klasifikasi iklim walaupun cahaya yang diterima akan berbeda intensitas dan lama penyinarannya sesuai dengan posisi lintang bumi, karena pembagian zona iklim berdasarkan cahaya matahari ini akan sama dengan pembagian bumi berdasarkan garis-garis lintang yang ada. Angin juga tidak digunakan sebagai dasar klasifikasi iklim, walaupun angin juga beragam baik arah maupun kecepatannya. Pembagian zona iklim berdasarkan angin agak sulit untuk dilakukan karena tidak konsistennya tingkah laku angin tersebut (Lakitan, 1997).
Di Indonesia setelah pembangunan pertanian digalakkan telah menyesuaikan kegiatan-kegiatan pertanian dengan berbagai unsur iklim yang mempengaruhinya, keadaan telah berubah 1800. Pola pertanian, sistem bercocok tanam, sistem pengolahan tanah, pembukaan lahan-lahan pertanian, penggunaan bibit-bibit unggul, serta pemberantasan hama serta penyakit tanaman, sangat memperhatikan pengaruh-pengaruh iklim yang berlaku di daerah-daerah, pendekatan dan penyesuaian-penyesuaianpun terjadi, sehingga unsur-unsur iklim menjadi sangat bersahabat dalam meningkatkan produksi pertanian. Bagi tanaman-tanaman tropis dapat diminimumkan sedemikian rupa (Kartasapoetra, 1993).


BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu
Pelaksanaan praktikum Produksi Tanaman 1 dilaksanakan pada tanggal 05 November 2010 pada jam 13.30 WIB di Laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Kalkulator
2. Penggaris
3. Bolpoin

3.2.1 Bahan
1. Data curah hujan

3.3 Cara Kerja
1. Menyusun data curah hujan yang tersedia menjadi data curah hujan bulanan.
2. Berdasarkan data curah hujan tersebut tentukan sifat bulannya (bulan basah, bulan lembab, atau bulan kering) menurut batasan Schmidth – Ferguson dan Oldeman.
3. Berdasar batasan-batasan sifat bulan yang telah dibuat menentukan klasifikasi iklimnya menurut Schmidth – ferguson dan oldeman.
4. Berdasar hasil klasifikasi, menentukan jenis atau kelompok tanaman tahunan atau semusim yang sesuai dikembangkan di wilayah tersebut. 

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

DATA CURAH HUJAN STASIUN A (mm)
Thn
Ke-
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Ags
Sept
Okt
Nov
Des
Jml
BB
BK
1
365
122
67
25
138
111
2
12
32
0
145
203
6
5
2
309
226
263
180
73
64
24
5
9
5
59
155
5
5
3
297
454
219
108
117
90
26
28
27
60
204
158
7
3
4
168
241
43
69
15
0
39
208
18
243
0
0
4
7
5
0
0
0
 0
0
1
52
0
0
0
0
0
0
12
6
0
0
307
 173
243
53
174
232
297
235
225
389
9
3
7
595
478
230
  471
41
160
 322
66
26
582
157
297
9
2
8
263
   561
450
300
154
248
96
50
27
123
683
78
8
2
9
304
199
147
250
11
230
0
0
91
309
439
244
8
3
10
692
578
172
80
7
70
19
33
43
17
421
567
5
5
Jml
2993
2859
1898
1656
799
1027
754
634
  570
1574
2333
2091
61
47
Rerata
299,3
285,9
189,8
165,6
79,9
102,7
75,4
63,4
57,0
157,4
233,3
209,1
6,1
4,7

Keterangan :
BB = Bulan Basah
BL = Bulan Lembab
BK = Bulan Kering
Scmidth-Ferguson
Q= rata-rata BK/rata-rata BB x 100%
Q=        4,7      x 100% = 77,4%
6,1

Tipe Iklim        = D
Penjelasan       = Nilai Q (%) = >60 - <100
                           Daerah sedang dengan vegetasi hujan hutan musim
Oldeman
Bulan Basah berturut-turut     = 4
Bulan Kering berturut-turut    = 3
Tipe Utama                             = D                  Sub divisi = 2
Tipe Iklim                                = D2
Penjelasan                               = Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada adanya air irigasi.

4.2 Pembahasan
Klasifikasi iklim adalah suatu metode untuk memperolah efesiensi informasi dalam bentuk yang umum dan sederhana. Oleh karena itu analisis statistik unsur-unsur iklim dapat dilakukan untuk menjelaskan dan memberi batas pada tipe-tipe iklim secara kuantitatif, umum dan sederhana (Anonim, 2009). Klasifikasi iklim sendiri dibedakan menurut Schmidt-Ferguson dan Oldeman.
Kegunaan klasifikasi iklim adalah untuk memperoleh efisiensi informasi dalam bentuk yang umum dan sederhana. Analisis statistika dalam klasifikasi iklim dapat dilakukan untuk menjelaskan dan memberi batas pada tipe-tipe iklim secara kuantitatif, umum, dan sederhana. Menurut Abidin (2010) tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus. Pemahaman klasifikasi iklim dalam bidang pertanian mempunyai arti sangat penting karena iklim merupakan salah satu faktor penentu hasil tanaman. Iklim akan menentukan potensi hasil tanaman sehingga pemahaman mengenai kesesuaian antara tanaman dan iklim sangat diperlukan.
Keadaan iklim aktual (cuaca) pada periode tertentu sangat menentukan pola tanam, jenis komoditi, teknologi usahatani, pertumbuhan , produksi tanaman, serangan hama/penyakit dan lain-lainnya. Apalagi sistem usahatani pada lahan kering, berbagai unsur iklim terutama pola dan distribusi curah hujan sangat dominan teradap produksi. Dalam praktek, iklim dan cuaca sangat sulit untuk dikendalikan sesuai dengan kebutuhan, kalaupun bisa memerluan biaya dan teknologi yang tinggi.  Untuk itu, pendekatan yang memerlukan input rendah adalah menyesuaikan kegiatan budidaya dan paket teknologi pertanian dengan iklim dan cuaca yang ada pada suatu wilayah. Cuaca itu  terbentuk dari gabungan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja. Misalnya: pagi hari, siang hari atau sore hari, dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya.
Berdasarkan  klasifikasi  iklim  menurut  Schmidt  dan  Ferguson  kawasan ini memiliki iklim golongan D yaitu  daerah sedang dengan vegetasi hutan musim dengan  nilai Q sebesar 82,7%, wilayah D ini daerah yang hanya mempunyai bulan basah 3 – 4 bulan berturut – turut  . Hal ini berdasarkan pada jumlah bulan basah yaitu 5,2/tahun dan jumlah bulan kering yaitu 4,3/tahun. Menurut klasifikasi iklim berdasarkan Oldeman didapatkan tipe iklim dengan tipe D2, tipe iklim ini merupakan tipe iklim yang dalam setahunnya hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija tergantung pada adanya air irigasi. Jadi tanaman yang sesuai  untuk tipe iklim ini adalah tanaman padi dan jenis tanaman palawaija seperti kunir, temulawak, kencur.
Pola tanam yang dapat kita lakukan dan kita rekomendasikan setelah pengklasifikasian tipe iklim yaitu untuk satu kali tanaman padi dan satu kali palawija dapat ditanami dalam satu tahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Musim hujan selama 5 bulan dianggap cukup untuk membudidayakan pada sawah selama satu musim. Dalam metode ini bulan basah di definisikan sebagai bulan yang mempunyai jumlah curah hujan sekurang-kurangnya 200mm. Meskipun lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis yang digunakan,periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Sedangkan untuk musim kering yang pendek dapat dilakukan dengan menanam tanaman palawija. Hal ini dikarenakan bahwa tanaman palawija memerlukan curah hujan sekurang-kurangnya 100 mm tiap bulannya.


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1.    Kegunaan klasifikasi iklim adalah untuk memperoleh efisiensi informasi dalam bentuk yang umum dan sederhana. Analisis statistika dalam klasifikasi iklim dapat dilakukan untuk menjelaskan dan memberi batas pada tipe-tipe iklim secara kuantitatif, umum, dan sederhana.
2.    Kawasan pada klasifikasi Schmidth-Ferguson dan Oldeman didapatkan tipe iklim dengan jenis tipe iklim yaitu jenis D dan D2 cocok ditanami tanaman pangan dan tanaman palawija.
3.    Awal penanaman tanaman padi pada bulan basah yaitu bulan Oktober sampai bulan April dan penanaman palwija pada bulan Mei sampai bulan September.
4.    Kawasan ini cocok dengan pola tanam satu kali padi atau palawija dalam periode satu tahun dan tergantung ketersediaan irigasi, mengingat curah hujan yang tidak merata disepanjang tahun.

5.2 Saran
Pemahaman tentang klasifikasi iklim adalah dengan melihat hubungan sistematik antara unsur iklim dan pola tanam. Dengan demikian pentingnya akan mempelajari klasifikasi iklim dapat memudahkan kita dalam menentukan suatu tanaman yang cocok untuk kita budidayakan sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimal.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Pengaruh Ikim. [serial online]. http://www.deptan.go.id. [01 November 2010].

Abidin, Zainal. 2010. Cuaca dan Iklim. [serial online] http://meetabied.wordpress.com/2010/06/03/cuaca-dan-iklim/, [11 November 2010].

Kartasapoetra, A. G. 1993. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara : Jakarta.

Kebijakan, dkk. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian, Serta Strategi Antisipasi Dan Teknologi Adaptasi. Pengembangan Inovasi Pertanian 1 (2) : 138 - 140.

Lakitan, B. 1997. Dasar Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta

Las, I. 2008. Menyiasati Fenomena Anomali Iklim Bagi Pemantapan Produksi Padi Nasional Pada Era Revolusi Hijau Lestari. Pengembangan Inovasi Pertanian 1 (2) : 83 - 104.

Soetriono, dkk. 2008. Pengantar Ilmu Pertanian. Bayumedia: Jember.
Susandi, dkk. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut Di Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan 12(2).


   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar